Sunday, April 3, 2011

Gaya Dalam Olagraga Lompat Tinggi


Pada kesempatan ini yang akan kita ulas ialah Lompat Jauh. Cabang olahraga yang satu ini sudah semenjak usang diperlombakan dalam kelompok atletik di Olimpiade maupun kompetisi dunia lainnya. Jika pada lompat jauh, seorang atlit dituntut untuk mencapai jarak atau secara horizontal, maka pada lompat tinggi seorang atlit dituntut memperoleh angka maksimum dalam hal ketinggian atau arah vertikal. Jadi, dengan bahasa lain, lompat jauh ialah cabang atletik yang menguji keterampilan seseirang melompat setinggi-tingginya. Dalam olahraga lompat tinggi, keberadaan mistar sangat penting alasannya ia merupakan tolak ukur pencapaian tinggi seorang atlit. 

Misatar dalam lompat tinggi dipasang secara mendatar pada dua buah tiang yang tingginya dapat mencapai 2,5 meter. Adapun panjang mistar tersebut paling sedikit 3,15 meter. Olahraga lompat tinggi ini dilakukan secara indoor dengan memakai kawasan awalan yang panjangnya maksimal 15 meter dan titik tumpu datar dengan kemiringan 1 banding 100. Sementara itu, tiang lompat haruslah kokoh dan kuat. Jarak antara tiang yang satu dan tiang lainnya yakni 3.98 hingga 4.02 meter. 


Beragam Gaya Lompatan Tinggi 

Sama mirip lompat jauh, di dalam cabang atletik lompat tinggi dikenal juga beberapa gaya yang didasarkan pada gaya sang atlit ketika ia bergerak melayang di udara. Adapun gaya-gaya tersebut, antara lain sebagai berikut; 

Gaya Gunting atau Scissors Style: Gaya ini dikenal juga dengan nama Swenney Style alasannya tokoh berjulukan Swenney lah yang merubahnya dari nama gaya jongkok menjadi gaya gunting. Adapun cara melakukannya cukup mudah, si atrlut melompat dan mengambil awalan mulai dari tengah. Kemudian ia melompat dengan memakai rujukan pada kaki kirinya dan ia akan mendarat dengan kaki yang sama. Saat ia ada di dudara, ia akan berputar ke arah kanan dan kemudian mendarat ke arah kiri, dan terakhir badannya kembali sama mirip pada awalan tadi.

Gaya Guling atau Western Roll Style: Gaya yang satu ini kurang lebih sama dengan gaya gunting dimana rujukan kaki jatuh ada pada kaki yang kiri dan apabila dimulai dengan kaki kanan maka yang mendarat juga bab kanan. Hanya saja, awalan gaya ini berbeda. Tidak dari tengah mirip gaya gunting melainkan dari samping.

Gata Straddle: yakni sebuah gaya yang dimulai dengan cara menikung dengan cepat. Tujuan awalan pada gaya ini ialah untuk mempersiapkan tolakan, mempersiapkan sudut lepas landas serta membuat arah horizontal yang kemudian akan diubah menjadi kecepatan bertikal atau ke atas. Pada proses tolakannya, gaya ini menekankan pada penggunaan 1 kaki yang paling kuat. Adapun tujuan tolakan pada gaya ini ialah untuk memperoleh ketika tepat memutar untuk dapat melewati mistar, untuk merubah gerak datar atau horizontal menjadi arah atas atau vertical. Sementara itu, perilaku tubuh dengan gaya ini cenderung terlentang dengan kedua kaki yang menggantung dan dibentuk lemas. Saat mendarat, atlit akan mengusahakan supaya yang pertama kali jatuh ialah sisi pundak dan juga punggung. Apabila pendaratannya di atas pasir maka yang datang terlebih dahulu ialah kaki yang selanjutnya berguling ke arah depan kemudian menumpu pada bab pundah pundak bab kanan.

Gaya Fosbury Flop: pada gaya yang satu ini, awalan dilakukan dengan sangat cepat, dengan cara sedikit melingkar atau menikunf. Langkah awalannya sekitar 7 hingga 9 langkah saja. Tolakan pada gaya ini sama dengan gaya lainnya yakni dengan memakai pinjaman kedua tangan untuk mengangkat berat tubuh ke atas. Tolakan kaki dilakukan di bab kiri mistar. Adapun perilaku tubuh di bab atas mistar ialah terlentang dan kaki dibentuk menggantung lemas. Sementara itu, dagu ditarik ke bab dada dan punggung atlit diusahakan ada di atas mistar dengan ibarat busur yang melintang.


Dalam melaksanakan lompat tinggi, poin paling penting bagi atlit ialah membuat lompatan setinggi mungkin dengan tidak membiarkan salah satu anggota tubuh meyentuh mistar dan membuat ia berubah tempat, alasannya hal tersebut akan dianggap gagal. Gal lain yang patut dihindaria ialah gerak lari pada awalan yang terlampau cepat, ketika hendak menolak, kaki terlalu lurus ke depan, gerakan kombinasi pada kaki atlit kurang sempurna, tubuh yang condong dan terlampau mendekati mistar, atlit melewati mistar namun dalam posisi mirip duduk, membuat sebuah lengkungan tubuh yang terlalu dini, dan gerak yang terlambat di akhir.